MAKALAH
PERMENKES TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN
DISUSUN OLEH
Desak gde ari wartika utami ( 13140159)
PROGRAM STUDI D4 BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas terselesaikan makalah ini, mengenai PERMENKES TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN yang
disajikan secara sistematis dan jelas. Dan juga kami
mengucapkan terima kasih. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih
banyak kekurangan atau ketidak sempurnaan. Mudah-mudahan
dengan adanya makalah ini, dapat menambah ilmu pengetahuan pembaca.
Kami menyadari adanya kekurangan - kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kepada sejawat pembaca kami mohon maaf bila dalam penyajian makalah ini masih banyak kekurangan atau kesalahan. Kami sangat harapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan selanjutnya.
Kami menyadari adanya kekurangan - kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kepada sejawat pembaca kami mohon maaf bila dalam penyajian makalah ini masih banyak kekurangan atau kesalahan. Kami sangat harapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan selanjutnya.
dAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar isi
Bab I : Pendahuluan
1.1
Latar belakang…...………………………………………………………..…….1
1.2
Tujuan….…………………..…………………………………….....................1
1.3
Manfaat
Penulisan….……………………………………………………..……..1
Bab II : Pembahasan
2.1
Permenkes
tentang registrasi dan praktek bidan ………….…......................2
Bab III : Penutup
3.1
Kesimpulan ………………………………………..…………………………….13
3.2 Saran..…………….………………………………………………….………………………13
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bidan merupakan
suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan tindakan yang dilakukan
memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Apabila seorang bidan melakukan
suatu kesalahan yang dilakukan, maka ia akan mendapatkan sanksi dan hukuman
yang telah ditetapkan oleh pemenkes.
Dalam melakukan
tindakan–tindakan tersebut, selain melakukan sesuai dengan standar bidan juga
harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan hukum profesi
dalam setiap tindakannya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas etika profesi dalam kebidanan
serta menambah wawasan mengenai permenkes tentang registrasi dan praktek
bidan.
1.3 Manfaat
Penulisan
Manfaat dari
pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi mengenai peraturan mentri
kesehatan tentang registrasi dan praktek bidan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Permenkes tentang registrasi dan praktek bidan
1.
Pengertian praktek bidan
Praktek Kebidanan adalah asuhan yang diberikan oleh bidan secara mandiri baik
pada perempuan yang menyangkut proses reproduksi, kesejahteraan ibu dan janin /
bayinya, masa antara dalam lingkup praktek kebidanan juga termasuk pendidikan
kesehatan dalam hal proses. reproduksi untuk keluarga dan komunitasnya.
Praktek kebidanan berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan bersifat
holistik dan menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional,
budaya, spiritual, psikologi dan fisik dari pengalaman reproduksinya.
Praktek kebidanan bertujuan menurunkan / menekan
mortalitas dan morbilitas ibu dan bayi yang berdasarkan ilmu-ilmu kebidanan,
kesehatan, medis dan sosial untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan
ibu dan janin / bayinya.
Permenkes
nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal 1
Praktik bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga, dan masyarakat) sesuai dengan
kewenangan dan kemampuannya.
2. Pelaporan
dan registrasi
Permenkes
nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal
2
(1) Pimpinan penyelenggaraan
pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat lambatnya 1
(satu) bulan setelah dinyatakan lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir.
· Ketentuan untuk pelaporan peserta didik yang baru lulus ke
Dinas Kesehatan provinsi
· Kewajiban untuk registrasi bagi bidan yang baru lulus
· Penerbitan SIB oleh kepala Dinas Kesehatan Propinsi
· Kewajiban untuk kepemilikan SIB termasuk untuk Bidan luar
negeri
· Pembaharuan SIB Permenkes nomor 1464/MENKES/PER/X/2010
· Bidan dapat praktik mandiri atau di fasilitas pelayanan
kesehatan
· Minimal pendidikan Bidan adalah dIII kebidanan
· Kewajiban memiliki SIKB untuk Bidan yang bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan
· Kewajiban memiliki SIPB untuk Bidan yang praktik mandiri
· Kewajiban memiliki STR, SIKB dan SIPB yang di keluarkan oleh
pemerintah daerah kabupaten/Kota
2
· Kewenangan Bidan untuk hanya menjalankan praktik/ kerja
paling banyak 1 tempat kerja dan 1 tempat praktik
· Masa berlaku SIKB dan SIPB
Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap
bidan setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar
penampilan minimal yang ditetapkan sehingga secara fisik dan mental mampu
melaksanakan praktik profesinya.
Pasal
3
(1) Bidan
yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada guna
memperoleh SIB selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.
(2)
Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud meliputi:
· fotokopi Ijazah Bidan;
· fotokopi Transkrip Nilai Akademik
· surat keterangan sehat dari dokter
· pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
(3) Bentuk permohonan SIB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir
II terlampir.
Pasal
4
(1)
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan
registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk
menerbitkan SIB.
(2)
SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu)
bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
(3)
Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.
Pasal
5
(1)
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIB
yang telah diterbitkan.
(2)
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada
Menteri Kesehatan melalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro Kepegawaian
Departemen Kesehatan dengan tembusan kepada organisasi profesi mengenai SIB
yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan diterbitkan dalam
buku registrasi nasional.
Pasal
6
(1)
Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan
mendapatkan SIB.
(2)
Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan
yang terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3)
Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan selesai
adaptasi oleh pimpinan sarana pendidikan.
(4)
Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi.
3
(5)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan:
a. Fotokopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi;
b. Fotokopi Transkrip Nilai Akademik yang bersangkutan.
(6) Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.
(7) Bidan
yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dan Pasal 4.
(8) Bentuk
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam
Formulir IV terlampir.
Pasal
7
(1) SIB
berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk menerbitkan
SIPB.
(2)
Perbaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan antara lain:
a. SIB yang telah habis masa berlakunya
b. Surat Keterangan sehat dari dokter
c. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
3. Masa bakti
Masa bakti
bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Wewenang
bidan
Kepmenkes
900 tahun 2002
· Pasal 14
Bidan
dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang
meliputi:
a. pelayanan kebidanan
b. pelayanan keluarga berencana
c. pelayanan kesehatan masyarakat
· pasal 15
a. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
huruf a ditujukan kepada ibu dan anak.
b. Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil,
masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui, dan masa antara (periode
interval).
c. Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi
baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.
· Pasal 16
Pelayanan
kebidanan kepada ibu meliputi:
a. penyuluhan dan konseling
b. pemeriksaan fisik
c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal
4
d. pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil
dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi ringan dan
anemi ringan
e. pertolongan persalinan normal
f. pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak
sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa
infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia
uteri primer, post term dan preterm
g. pelayanan ibu nifas normal
h. pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup ratensio
plasenta, renjatan, dan infeksi ringan
i. pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang
meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
Pelayanan
kebidanan kepada anak meliputi:
a. pemeriksaan bayi baru lahir
b. perawatan tali pusat
c. perawatan bayi
d. resusitasi pada bayi baru lahir
e. pemantauan tumbuh kembang anak
f. pemberian imunisasi
g. pemberian penyuluhan.
· Pasal 17
Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan
dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak
sesuai dengan kemampuannya.
· Pasal 18
Bidan
dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaskud dalam Pasal 16 berwenang untuk
:
a. memberikan imunisasi
b. memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan, dan
nifas
c. mengeluarkan placenta secara manual
d. bimbingan senam hamil
e. pengeluaran sisa jaringan konsepsi
f. episiotomy
g. penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai
tingkat II
h. amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm
i. pemberian infuse
j. pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika,
dan sedative
k. kompresi bimanual
l. versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan
seterusnya
m. vacum
ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul
5
n. pengendalian anemi
o. meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu
p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
q. penanganan hipotermi
r. pemberian minum dengan sonde/pipet
s. pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan
obat sesuai dengan Formulir VI terlampir
t. pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.
· Pasal 19
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 huruf b berwenang untuk:
a. memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan, dan
alat kontrasepsi
dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom
b. memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi
c. melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim
d. melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa
penyulit
e. memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga
berencana dan kesehatan masyarakat.
· Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan, masyarakat sebagaimana dimaskud
dalam pasal 14 huruf c berwenang untuk :
a. pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan
anak
b. memantau tumbuh kembang anak
c. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
d. melaksanakan deteksi dini, melaksanakan petolongan pertama,
merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan
Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
· Pasal 21
a. Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan
kebidanan selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14.
b. Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
penyelamatan jiwa.
5. Pencatatan
dan pelaporan
a. Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang
izin dan penyelenggaraan praktik bidan pada bab VI pasal 20 mengenai pencatatan
dan pelaporan. Yang mana bunyi pasal tersebut ialah :
· Pasal 20
1) Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan
dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke
Puskesmas wilayah tempat praktik.
6
3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/2002
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO.900/MENKES/2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan pada bab VI pasal 27 mengenai pencatatan dan
pelaporan yang mana bunyi pasal tersebut ialah :
· Pasal 27
1) Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan
dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke
puskesmas dan tembusan ke kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat
3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran IV keputusan ini.
6. Pembinaan
dan pengawasan
a. Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010
Kepmenkes
RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek bidan pada
Bab V pasal 20 sampai pasal 24 mengenai pembimbingan dan pengawasan.
Yang mana
bunyi pasal tersebut ialah :
· Pasal 20
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.
2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi
masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi
kesehatan.
· Pasal 21
1) Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten / Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikut sertakan
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi,
organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan,
keselamatan pasien dan melindungi masyarakat
terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi
kesehatan.
3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus melaksanakan
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan praktik bidan.
7
4)
Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus
membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa
serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas
supervise terhadap bidan di wilayah tersebut.
· Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan
yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap
triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dengan tembusan kepada
organisasi profesi.
· Pasal 23
1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten / kota dapat memberikan tindakan administrative kepada bidan yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam
peraturan ini.
2) Tindakan administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
- Teguran lisan
- Teguran tertulis
- Pencabutan SIKB / SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu)
tahun
- Pencabutan SIKB / SIPB selamanya.
· Pasal 24
1) Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan sanksi
berupa rekomendasi pencabutan surat izin / STR kepada kepala dinas kesehatan
provinsi / majelis tenaga kesehatan Indonesia ( MTKI ) terhadap bidan yang
melakukan praktek tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat ( 1 ) dan ( 2 )
2) Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan,
teguran sementara / tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.
b. Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan
pada Bab VIII pasal 31 sampai pasal 41 mengenai pembimbingan dan pengawasan.
Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
· Pasal 31
1) Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya
ditetapkan oleh organisasi profesi.
2) Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan
dari angka kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat.
8
3) Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh organisasi profesi.
4) Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan
mendorong para anggotanya untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.
· Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan
yang berhenti melakukan praktik pada saran kesehatannya kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.
· Pasal 33
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi
profesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bidan yang
melakukanpraktik diwilayahnya.
2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya dibahas secara
periodic sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1(satu) tahun.
· Pasal 34
Selama menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
· Pasal 35
1) Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
- Menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam izin praktik.
- Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
standar profesi.
2) Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat
atau menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain,
dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a.
· Pasal 36
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan
peringatan lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap
keputusan ini.
2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dan apabila
peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dapat mencabut SIPB bidan yang bersangkutan.
9
· Pasal 37
Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika
Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
· Pasal 38
1) Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang
bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung
sejak keputusan ditetapkan.
2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disebutkan lama pencabutan SIPB.
3) Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu
14 (empat belas) hari setelah Keputusan diterima, apabila dalam waktu
14(empat belas) hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan tersebut
dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama
dan terakhir semua keberatan mengenai pencabutan SIPB.
5) Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) ditempuh, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa
tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48 Undang undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.
· Pasal 39
Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi
profesi setempat.
· Pasal 40
1) Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri
Kesehatan dan/atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut
untuk sementara SIPB bidan yang melanggar ketentuan
peraturan perundang - undangan yang berlaku
2) Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan keputusan ini.
· Pasal 41
1)
Dalam rangka pembinaan dan
pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim/Panitia
yang bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan di wilayahnya.
10
2) Tim/Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
unsur pemerintah, Ikatan Bidan Indonesia dan profesi kesehatan terkait lainnya.
7. Ketentuan
pidana
a. Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan
pada Bab IX pasal 42 sampai pasal 44 mengenai ketentuan pidana yang mana bunyi
pasal tersebul ialah :
· Pasal 42
Bidan yang
dengan sengaja :
1) Melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan /
adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau
2) Melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9
3) Melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) ayat (2); dipidana
sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan.
· Pasal 43
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan/atau mempekerjakan bidan yang
tidak mempunyai izin praktik dapat dikenakan sanksi pidana sesuai
ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan.
· Pasal 44
1) Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42. Bidan yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan yang diatur dalam keputusan ini dapat dikenakan tindakan disiplin
berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
2) Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
8. Ketentuan
peralihan tentang surat tugas dan izin praktek
a. Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktek bidan pada Bab VI pasal 25 sampai pasal 28 mengenai
ketentuan peralihan tentang surat penugasan dan ijin praktek. Yang mana bunyi
pasal tersebul ialah :
· Pasal 25
1)
Bidan yang telah mempunyai SIPB
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900 / Menkes / SK/VII/2002
tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan
11
Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah
memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya
berakhir.
2) Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui
SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya
berdasarkan peraturan ini.
· Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan
Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan / atau belum dapat melaksanakan
tugasnya. Maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan
Praktik Bidan.
· Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum
ditetapkan peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan peraturan ini paling
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.
· Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang
menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan peraturan
ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak peraturan
ini ditetapkan.
b. Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan
pada Bab XI pasal 45 mengenai ketentuan perlihan yang mana bunyi pasal tersebul
ialah :
· Pasal 45
1) Bidan yang tidak mempunyai surat penugasan dan SIPB
berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan no 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang
registrasi dan praktek bidan dianggap telah memiliki SIB dan SIPB
berdasarkan ketentuan.
2) SIB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
selama 5 (lima) tahun dan apabila telah habis maka masa berlakunya dapat di
perbaharui sesuai ketentuan keputusan ini.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keputusan
mentri kesehatan mengenai registrasi dan praktek bidan dapat di golongkan atas
beberapa bab, diantaranya tentang pencatatan dan pelaporan, pembinaan dan
pengawasan, ketentuan pidana, serta ketentuan peralihan tentang surat penugasan
dan ijin praktek semuanya telah tercantum dalam Permenkes RI No.1464/
Menkes/X/2010 dan Permenkes RI No.900/Menkes/SK/VII/2002
3.2 Saran
Semoga dengan
adanya keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia mengenai
registrasi dan praktek bidan ini menjadi pedoman terhadap para bidan dan calon
bidan dalam menjalankan praktik dan tindakan yang akan di lakukan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Puji
Wahyuningsih, Heni.2008.Etika Profesi Kebidanan.Fitramaya.Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar